Kamis, 05 Juli 2012

Qur'an Kepulauan Riau

Khazanah Manuskrip Al-Qur’an di Kepulauan Riau
Ali Akbar <aliakbarkaligrafi@yahoo.com>

Tulisan singkat ini menyajikan sejumlah koleksi manuskrip Al-Qur’an di Kepulauan Riau, khususnya di Pulau Penyengat dan Pulau Lingga. Sementara ini yang tercatat baru mushaf yang berasal dari kedua pulau tersebut, meskipun tidak tertutup kemungkinan adanya naskah mushaf di pulau-pulau lainnya. Tulisan ini bukanlah kajian mushaf Riau secara historis, namun hanya merupakan inventarisasi yang memaparkan sejumlah koleksi secara deskriptif, sebagai perkenalan awal terhadap khazanah mushaf di wilayah kepulauan ini. Kajian lebih lanjut mengenai mushaf-mushaf ini mudah-mudahan dapat segera dilakukan, baik dari segi sejarah naskah, sejarah seni, maupun sosial, politik, dan intelektual.
Pada masa lalu, di wilayah ini pernah berdiri kerajaan besar yang mempunyai pengaruh kuat, baik secara politik maupun budaya. Naskah-naskah yang kini tersimpan di Masjid Raya Sultan Riau dan Pusat Maklumat Kebudayaan Melayu – keduanya di Pulau Penyengat – maupun naskah-naskah yang ada di tangan masyarakat setempat, baik berupa naskah keagamaan maupun sastra, membuktikan dengan jelas kebesaran tanah ratusan pulau ini pada masa lalu. Namun, disayangkan, banyak di antara naskah penting itu kini dalam kondisi rusak, karena dimakan usia.

Mushaf 1
Mushaf ini merupakan manuskrip yang bersejarah, dan sangat penting, koleksi Masjid Raya Sultan Riau, Pulau Penyengat. Naskah ini ditulis di Kedah (Malaysia sebelah utara), selesai pada 25 Ramadan 1166 H (26 Juli 1753). Penyalinnya adalah Ali bin Abdullah bin Abdurrahman, seorang keturunan Bugis dari Wajo, yang menyelesaikan mushaf tersebut pada masa Sultan Muhammad Jiwa, seorang sultan yang alim dan warak, memerintah negeri Kedah pada 1710-1778. Mushaf ini diduga dibawa ke Pulau Penyengat oleh Raja Haji Fisabilillah (1727-1784) sekembalinya dari penyerbuan ke negeri Kedah pada 1770.
Kondisi mushaf ini dari tahun ke tahun semakin rusak, dan saat ini hampir-hampir tidak bisa dibuka lagi, karena kertas mushaf ‘termakan’ tinta yang mengandung semacam zat besi (iron gall). Halaman kolofon, misalnya, yang pada tahun 2007 masih terbaca, meskipun kertas sudah pecah-pecah, tahun 2011 lalu sebagian besar sudah rontok dan tidak bisa terbaca lengkap lagi.
Mushaf ini merupakan satu keluarga dengan empat mushaf lain, yaitu (1) koleksi Perpustakaan Nasional RI Jakarta nomor A.49, dengan tarikh Sya’ban 1143 H (Februari/Maret 1731); (2) Mushaf Sultan Ternate, bertarikh 9 Zulhijah 1185 (14 Maret 1772); (3) satu buah mushaf lain di Museum Babullah istana Ternate, tanpa kolofon; dan (4) sebuah mushaf koleksi The Aga Khan Trust di Jenewa, Swiss, bertarikh 25 Ramadan 1219 H (28 Desember 1804). Kelima mushaf ini memiliki kesamaan dalam berbagai hal, terutama gaya tulisan dan iluminasinya, di samping kesamaan dalam teks-teks tambahan berupa catatan qiraat yang lengkap, salinan ulumul-Qur’an di awal dan akhir mushaf, serta perhitungan jumlah huruf dalam Al-Qur’an. Iluminasi mushaf-mushaf tersebut mempunyai akar yang sama, yaitu apa yang disebut sebagai “gaya Sulawesi Selatan”. 
Halaman kolofon di akhir mushaf.

Kolofon di halaman akhir mshaf selengkapnya berbunyi:

Wa kāna al-farāgh min tahsīli hāzā al-mushaf al-karīm nahāra al-Jum’at min Ramadhān fī waqti al-‘asri madat khamsa wa ‘isyrūna yauman min syahri Ramadhān al-mubārak fī Bandar Kedah qaryah Padang Saujana fi zamāni Maulānā Paduka Sri as-Sultān al-A’zam wa al-Khāqan wa al-A’dal al-Afkham Muhammad Jiwa Zain al-‘Ādilīn Mu’azzam Syah sanat 1166 alf wa mi’at wa sitt wa sittūn min al-hijrat an-nabawiyyah ‘alā sāhibihā afdal as-salāti wa azka at-taslīm bi-khatt al-faqīr al-khaqīr ad-da’īf al-mu’tarif bi az-zanbi wa at-taqsīr ar-rājī ilā ‘afwi rabbihi al-karīm Alī bin Abdullāh bin Abdurrahmān al-Jāwī al-Būqisī al-Wājūwī asy-Syāfi’ī mazhaban at-Tempe baladan wa maulidan wa watanan wa an-Naqsyabandi ... ... Maulānā as-Sultān ‘Alā’uddīn bin al-marhūm ... ghafara Allāhu lahum wa li-wālidaihim wa li-jamī’il-muslimīn wal-muslimāt wal-mu’minīn [wa al-mu’minīn] wal-mu’mināt al-ahyā’i minhum wal-amwāt.

Artinya:
Selesai menyalin mushaf yang mulia ini siang Jumat, Ramadhan pada waktu asar, 25 bulan Ramadhan yang penuh berkah di Kota Kedah desa Padang Saujana [Sejana] pada zaman Maulana Paduka Sri Sultan Yang Agung, Pemimpin Yang Adil Yang Besar Muhammad Jiwa Zain al-‘Adilin Mu’azzam Syah tahun 1166 seribu seratus enam puluh enam Hijrah Nabi pemilik salawat yang utama dan salam yang suci, dengan tulisan yang fakir yang hina yang lemah yang mengakui dosanya dan kekurangannya yang mengharapkan ampunan Tuhannya Yang Mulia, Ali bin Abdullah bin Abdurrahman al-Jawi al-Buqisi al-Wajuwi, Syafi’i mazhabnya, Tempe daerahnya dan kelahirannya serta negerinya, Naqsyabandi ... ... Maulana Sultan ‘Ala’uddin bin al-marhum ... semoga Allah mengampuni mereka dan orang tua mereka serta semua kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mu’minat yang masih hidup dan yang telah wafat.

Mushaf 2
Mushaf indah ini berukuran 40 x 25 cm, tebal 7 cm. Kertas Eropa, dengan cap kertas semacam perisai dan cap tandingan berupa huruf IV atau VI. Kondisi mushaf masih cukup baik, lengkap 30 juz. Setiap halaman terdiri atas 15 baris, dengan model “ayat pojok”. Mushaf ini mengalami penjilidan ulang di Singapura pada tahun 1956. Kemungkinan, pada saat penjilidan ulang ini, pinggiran mushaf dipotong, sehingga sebagian iluminasi yang indah di bagian dalam mushaf terpotong. Iluminasi mushaf bermotif floral yang mewah, bersepuh emas, terdapat di awal dan tengah mushaf. Di samping itu terdapat tiga ‘iluminasi kepala’ di bagian atas halaman, yaitu di awal juz ke-4, awal juz ke-30, dan akhir mushaf.  Gaya iluminasi mushaf ini dapat digolongkan ke dalam gaya “Pantai Timur” Semenanjung Melayu, yang memang terkenal mewah, indah, teliti, dan sering bersepuh emas.
Menurut catatan di kotak mushaf, Al-Qur’an ini selesai disalin pada tahun 1867 oleh Abdurrahman Stambul, seorang penduduk Pulau Penyengat yang dikirm oleh Kerajaan Lingga ke Mesir untuk memperdalam ilmu agama dan khat. Mushaf ini berada di dalam Masjid Raya Sultan Riau, Pulau Penyengat, ditempatkan di dalam kaca khusus, di atas rehal lama yang diukir cantik.  


Iluminasi tengah mushaf, awal Surah al-Isra’.
 
Mushaf 3
Mushaf ini disimpan di dalam lemari kitab di Masjid Raya Sultan Riau, Pulau Penyengat, berkode 123. Saat ini kondisi mushaf sangat rapuh, rusak ‘dimakan’ tinta di hampir semua halaman. Bagian depan dan belakang mushaf telah hancur. Kertas Eropa yang digunakan mushaf ini rusak, kehitaman, khususnya di bagian teks ayat. Model teks yang digunakan adalah ‘ayat pojok’, setiap halaman terdiri atas 15 baris tulisan. Iluminasi terdapat di setiap awal juz, berupa hiasan bersepuh emas di bagian atas halaman. Melihat motif hiasannya, iluminasi mushaf ini dapat dimasukkan ke dalam gaya “Pantai Timur” Semenanjung Melayu.

Koleksi Masjid Raya Sultan Riau, Pulau Penyengat.
 
Mushaf 4
Mushaf ini berkode 124, disimpan di dalam lemari kitab di Masjid Raya Sultan Riau, Pulau Penyengat. Kondisi mushaf telah rusak, kehitaman, khususnya di bagian bawah, diduga karena terkena air. Mushaf dengan kertas Eropa ini tipis, terdiri atas beberapa jilid. Baris-baris teks ayat ditulis  jarang, dan antarbaris digunakan untuk terjemahan dalam bahasa Melayu dengan pola tulisan menggantung. Mushaf ini merupakan salah satu jilid dari satu set mushaf Al-Qur’an terjemahan. Salah satu jilid lainnya, yang semula tergabung dalam satu set yang sama, disimpan di Pusat Maklumat Kebudayaan Melayu, tidak jauh dari Masjid Sultan. Melihat gaya iluminasi yang terdapat di awal Surah as-Safat/37, juga huruf ‘ain untuk tanda rukuk, juga model penulisan setiap kepala surah, memperlihatkan dengan jelas bahwa mushaf ini dapat digolongkan ke dalam “gaya Sulawesi Selatan”.
Koleksi Masjid Raya Sultan Riau, Pulau Penyengat.

 Mushaf 5
Manuskrip ini merupakan koleksi Pusat Maklumat Kebudayaan Melayu, yang terletak sekitar 200 meter dari Masjid Raya Sultan Riau di Pulau Penyengat. Naskah ini merupakan salah satu dari sebuah set terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Melayu yang terdiri atas beberapa jilid. Terjemahan ditulis dengan model menggantung di sela-sela baris ayat. Kondisi naskah dengan kertas Eropa ini agak rusak, terutama di bagian bawah, karena lembab.

Koleksi Pusat Maklumat Kebudayaan Melayu, Pulau Penyengat.

 Mushaf 6
Manuskrip ini merupakan salah satu dari dua koleksi mushaf yang terdapat di Pusat Maklumat Kebudayaan Melayu, Pulau Penyengat. Mushaf ini merupakan “Al-Qur’an ayat pojok”, setiap halaman terdiri atas 15 baris tulisan. Kertas Eropa, diperkirakan dari pertengahan abad ke-19. Kondisi mushaf cukup baik, meskipun bagian awal dan akhir mushaf tidak lengkap lagi. Sebagaimana umumnya mushaf dalam “gaya Pantai Timur”, setiap awal juz dimulai dari halaman di sebelah kanan, dan ditandai dengan medalioan bertulishan “al-juz’”.

Koleksi Pusat Maklumat Kebudayaan Melayu, Pulau Penyengat.

Mushaf 7
Manuskrip Al-Qur’an ini kondisinya cukup bagus, duhulu milik masyarakat, dan kini menjadi koleksi Museum Linggam Cahaya di Daik, Pulau Lingga, dengan cara hibah. Iluminasi mushaf ini sangat indah, dapat dikategorikan ke dalam rumpun yang sering disebut sebagai “gaya Pantai Timur” Semenanjung Melayu. Salah satu ciri yang menonjol dalam gaya ini adalah bentuk kaligrafi floralnya. Kepala-kepala surah dalam halaman beriluminasi ditulis dalam gaya floral yang sangat unik, merupakan gaya tulisan yang khas Nusantara. Naskah ini merupakan “mushaf ayat pojok”, setiap halaman terdiri atas 15 baris tulisan.

Koleksi Museum Linggam Cahaya, Daik, Pulau Lingga. [Foto: Aswandi Syahri]

 Mushaf 8
Mushaf ini semula merupakan koleksi Masjid Sultan Lingga. Karena kurang terawat, atas usul Aswandi, sejarawan lokal Riau, sekarang dipindahkan dan menjadi koleksi Museum Linggam Cahaya di Daik, Pulau Lingga. Kondisi mushaf  telah rusak, khususnya bagian teks ayat, karena penggunaan tinta impor yang mengandung semacam zat besi (iron gall). Kerusakan pada bagian teks mushaf sangat parah, kehitaman, dan hampi-hampir tidak bisa dibuka lagi. Dilihat dari pola iluminasinya, yang digarap dengan teliti dan sangat indah, bersepuh emas, seperti kebanyakan mushaf dari Riau lainnya, mushaf ini dapat digolongkan ke dalam “gaya Pantai Timur” Semenanjung Melayu.

Koleksi Museum Linggam Cahaya, Daik, Pulau Lingga. [Foto: Aswandi Syahri]

Mushaf 9
Di samping mushaf-mushaf manuskrip di atas, terdapat pula mushaf cetak dalam jumlah cukup banyak, khususnya yang disimpan di lemari Masjid Raya Sultan Riau, Pulau Penyengat. Di antaranya adalah mushaf cetakan Bombay, India, akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Mushaf cetakan seperti itu dahulu beredar cukup luas di Nusantara, dari Palembang, Demak, madura, Lombok, Bima, hingga Filipina Selatan.
Mushaf cetakan India, akhir abad ke-19, atau awal abad ke-20.



Ucapan Terima Kasih
Saya  ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang membantu saya sehingga tulisan singkat ini dapat terwujud. Pertama kepada Seasrep Foundation yang memberi kesempatan kepada saya pada tahun 2008-2009 untuk mengunjungi sejumlah provinsi di Indonesia, juga beberapa kota di Malaysia, Singapura, dan Brunei, untuk melakukan penelitian kaligrafi dan Qur’an Nusantara; kepada Annabel Teh Gallop yang membagi foto mushaf Pulau Penyengat tahun 2007; Jan van der Putten atas persahabatan yang hangat di Penyengat tahun 2008; Aswandi Syahri yang berbaik hati membagi foto dua mushaf dari Lingga; dan kepada Fairus Azian Ismail dan Mohd Zahamri Nizar (Shah Alam, Malaysia) yang berbagi informasi mengenai Kota Padang Sejana dan sejarah Kedah melalui facebook.
 

Daftar Pustaka
Akbar, Ali. 2010. “Mushaf Sultan Ternate Tertua di Nusantara?: Menelaah Kembali Kolofon”, Jurnal Lektur Keagamaan, Vol.8, No.2, h. 283-296
Gallop, Annabel Teh. 2005. ”The Spirit of Langkasuka? Illuminated Manuscripts from the East Coast of the Malay Peninsula”. London, Indonesia and the Malay World, 33 (96): 113-182
Gallop, Annabel Teh. 2010. “The Bone Qur’an from South Sulawesi”, dalam Treasures of the Aga Khan Museum: Arts of the Book and Calligraphy, ed. Margaret S. Grases and Benoit Junod, Istanbul: Aga Khan Trust for Culture and Sakip Sabanci University & Museum, pp.162-173

[Telah dimuat dalam katalog pameran dalam rangka Perkemahan Pramuka Santri Nusantara, Batam, 2-8 Juli 2012]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar