Jumat, 26 Oktober 2012

Alas Tulis: Kertas Eropa dan Dluwang

Pada umumnya, kertas/alas tulis yang digunakan untuk menyalin Qur'an di Nusantara adalah kertas Eropa. Disebut demikian karena dibuat di Eropa dan dipasarkan di Nusantara. Pada umumnya, kertas Eropa dibuat di Belanda, Inggris, dan Italia. Kertas Eropa mudah dicirikan, yaitu jika diterawang terdapat garis tebal (chain lines) berjarak sekitar 2,5 cm, dan garis tipis (laid lines) berjarak sekitar 1 mm. Secara fisik, kertas Eropa mirip dengan kertas merek Conqueror pada zaman sekarang.
        Kertas yang digunakan pada mushaf dari Langitan, Tuban, ini juga kertas Eropa. 
Gambar 1. Watermark (kiri) berupa gambar (kadang-kadang di bagian bawahnya disertai huruf),
dan 
countermark (kanan) berupa huruf, 
tertera “M SCHOUTEN & CO”.

Kamis, 25 Oktober 2012

Sampul

Bagaimana Qur'an diproduksi pada masa lampau? (1)

Sampul

Seorang kenalan tadi siang (25/10/2012) membawa sebuah mushaf kuno milik saudaranya, dari Langitan, Tuban, Jawa Timur. Tidak ada kolofon dalam mushaf ini, sehingga pemiliknya ingin tahu kapan kira-kira mushaf ini dibuat. Membuka-buka mushaf tersebut, dan memotretnya, lalu terpikir bahwa mushaf ini cukup baik menjadi contoh bagaimana sebuah mushaf diproduksi pada masa lampau, meski mempunyai beberapa kekurangan. Tentu saja memang tidak ada sebuah mushaf yang benar-benar lengkap bisa mewakili semua aspek produksi sebuah mushaf. 
Baiklah, berdasarkan mushaf ini kita akan melihat beberapa aspek produksi mushaf dari masa lampau, disertai bandingan sejumlah mushaf lainnya yang relevan. Ditulis secara serial, agar tidak terlalu panjang dan membosankan.
Gambar 1. Sampul kulit bersepuh emas.

Minggu, 14 Oktober 2012

Qur'an Jawa Timur

Jawa Timur
Qur’an-Qur'an dari Jawa Timur: Tradisi Dluwang, Indo-Persia, dan Timur Tengah

Banyak mushaf Al-Qur’an dari Jawa Timur yang mencerminkan tradisi lokal, terutama dilihat dari jenis kertas, kaligrafi, dan iluminasinya (Gambar 1, 2, 3, 4). Meskipun demikian, tradisi intelektual masa lalu di Jawa Timur – juga Nusantara secara lebih luas - menghubungkan kawasan ini dengan pusat-pusat Islam di Timur Tengah dan Indo-Persia. Di antara pusat Islam yang terpenting pada masa lalu adalah Haramain, yang merupakan pertemuan berbagai tradisi Islam: Turki, Afrika Utara, Persia, Asia Tengah, dan India. Eratnya hubungan tersebut tercermin dalam beberapa mushaf yang ditemukan di Jawa Timur.
Gambar 1, mushaf koleksi Museum Mpu Tantular, Sidoarjo.

Jumat, 12 Oktober 2012

Qur'an Tanoh Abee, Aceh

Aceh 
Dayah Tanoh Abee, Seulimum, Aceh Besar

Apakah mushaf al-Qur'an itu bukan naskah/manuskrip? Maaf, pertanyaan ini perlu juga ditulis di sini, karena ada sebagian peneliti/penelusur naskah keagamaan yang (sering?) tidak memasukkan mushaf dalam hasil 'buruan'-nya, dan mengabaikan begitu saja di lapangan. Mungkin mereka beranggapan bahwa mushaf bukanlah teks yang unik, dan mungkin, pikirnya, semua mushaf toh sama saja teksnya: buat apa dicatat? Tentu sah-sah saja menganggap seperti itu, karena mungkin penelusuran mereka mempunyai tujuan tertentu. Tetapi, tidak memasukkan mushaf dalam kumpulan naskah, menjadikan gambaran tentang khazanah naskah menjadi kurang utuh! Akhirnya, cita-cita untuk dapat menggambarkan tradisi intelektual, juga aspek lainnya, yang berlangsung pada masa lalu juga menjadi kurang utuh. Mushaf (awas, harap dibedakan dengan Qur'an!), sebagai salah satu benda budaya sebagaimana naskah lainnya, tentu mempunyai banyak aspek yang bisa dipelajari, dan merupakan satu kesatuan bersama 'teman-teman' naskah lainnya. Lebih dari itu, di lapangan kita tahu, akses terhadap naskah itu seperti suatu keberuntungan, seperti suatu kesempatan: tidak akan datang dua kali! Jika kita di lapangan menemukan naskah, perlu dicatat dan didokumentasi saat itu juga (syukur dalam bentuk foto). Kita perlu melakukan apa saja yang bisa kita lakukan, sebab "lain waktu, lain cerita". Jika kita datang untuk yang kedua kali, belum tentu kita bisa mendapatkan kembali naskah yang sama!
Nah, tidak ada hubungannya dengan paragraf di atas, namun agak disayangkan juga, Katalog Naskah Dayah Tanoh Abee Aceh Besar (disusun oleh Oman Fathurahman dkk, Jakarta: Komunitas Bambu dll, 2010)  tidak memuat koleksi Qur'an yang dimiliki dayah tua nan penting ini. (Informasi selebihnya tentang katalog ini lihat http://www.manassa.org/main/publikasi/index.php?detail=20100802170545). Koleksi naskah yang diperikan dalam katalog setebal xxxiv + 374 halaman itu berjumlah 280 jilid naskah, terdiri atas 367 teks. Kategori kandungan isinya, yaitu ilmu al-Qur'an, hadis, tafsir, tauhid, fikih, tasawuf, tatabahasa, logika, sejarah, zikir dan doa, serta lain-lain. Terbanyak adalah fikih (99 teks), tatabahasa (78 teks), dan tasawuf (55 teks), dst. Penyusun tidak menyebutkan alasan mengapa naskah-naskah mushaf tidak disertakan dalam katalog yang penting dan hebat ini.
Halaman iluminasi awal mushaf koleksi Dayah Tanoh Abee.

Sabtu, 06 Oktober 2012

Penyalin Qur'an (1): Muhammad Syadzali Sa'ad

Penjelasan mengenai pengertian "Mushaf Al-Qur'an Standar Indonesia" dan latar belakang historisnya, silakan baca "Beberapa Sumber tentang Mushaf Standar Indonesia" di tautan ini: http://quran-nusantara.blogspot.com/2013/04/bibliografi-mushaf-standar-indonesia.html dan empat buku terbitan baru: http://quran-nusantara.blogspot.com/2020/05/bibliografi-mushaf-standar-2.html
Di bawah ini adalah contoh mushaf al-Qur'annya. Mushaf Standar pertama ini ditulis oleh Muhammad Syadzali Sa'ad pada tahun 1973-1975 (1394-1396 H). Namun, sebagai "Mushaf al-Qur'an Standar Indonesia" dengan 'rasm usmani' baru diresmikan pada tahun 1984 sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) nomor 25 tahun 1984 tentang Penetapan Mushaf Al-Qur'an Standar (lihat Lampiran I buku Mengenal Mushaf Al-Qur'an Standar Indonesia di http://academia.edu/3876992/Mengenal_Mushaf_Al-Quran_Standar_Indonesia).
        Mushaf al-Qur'an yang ditulis oleh Muhammad Syadzali ini, dalam contoh di bawah, diterbitkan oleh Maktabah Sa'adiyah Putra, Jakarta, 1985. Mushaf ini berhuruf tipis. Mushaf Al-Qur'an Standar Indonesia kemudian "ditulis ulang" (istilah yang sering digunakan) dengan huruf yang tebal oleh Ustaz Baiquni Yasin dan tim pada tahun 1999-2001 (lihat: http://quran-nusantara.blogspot.com/2012/11/mushaf-standar-indonesia-usmani-2004.html). Penulisan ulang Mushaf Al-Qur'an Standar Indonesia dengan huruf yang tebal, konon, karena permintaan masyarakat yang menyukai huruf tebal, seperti halnya huruf Mushaf Bombay.
        Kaligrafer Muhammad Syadzali mempunyai paling kurang dua karya mushaf 30 juz, yaitu "Mushaf al-Qur'an Standar Indonesia" edisi pertama ini, dan "Mushaf Indonesia" atas pesanan Ibnu Sutowo yang selesai ditulis pada tahun 1979 (lihat http://quran-nusantara.blogspot.com/2013/02/mushaf-indonesia.html).


Selasa, 02 Oktober 2012

Qur'an Sulawesi Selatan

Sulawesi Selatan
Museum La Galigo, Makassar

Dalam kolofon di akhir mushaf dinyatakan bahwa Qur'an ini selesai ditulis pada Kamis, 28 Sya'ban 1289 (31 Oktober 1872). Penyalinnya adalah Haji Sufyan as-Sauri imam Bone bin Abdullah al-Qadhi Bone. Pemiliknya adalah t-w-l-y-' Syahbandar Bone yang tinggal di t-l-l-n (Tallo?).

Halaman iluminasi awal mushaf.