Selasa, 05 Maret 2024

Tiga kertas 'ProPatria' dalam satu mushaf

Pada kertas Eropa, watermark (cap kertas) selalu berpasangan dengan countermark (cap tandingan). Watermark (yang biasanya berupa gambar) terletak di sebelah kiri, dan countermark (yang biasanya berupa huruf singkatan atau kata) terletak di sebelah kanan. Untuk memastikan suatu pasangan cap kertas, ketika hendak mengidentifikasi, kita wajib terlebih dahulu mencari tengah kuras naskah. Ini untuk memastikan bahwa lembar kertas sebelah kiri bersambung dengan lembar sebelah kanan. Tidak bisa tidak!

Cap kertas ProPatria - Van der Ley.

Lidi Ijuk Pohon Aren

Inilah pohon aren (enau), biasanya tumbuh di lereng-lereng pegunungan. Buahnya bisa diolah menjadi kolang-kaling. Lidi aren sangat keras, sehingga pénanya cocok untuk menulis teks panjang seperti Qur'an - juga tentu saja naskah-naskah keagamaan lainnya. Jika lidinya kecil, dan tidak nyaman untuk menulis, disambung dengan tangkai pena yang lebih besar.
        Lidi aren sebagai pena digunakan hingga sekitar tahun 1960-an. Ibu saya, kelahiran 1942, dulu di pesantren menggunakan pena itu. Tidak hanya di pesantren-pesantren di Indonesia, tetapi juga di Thailand Selatan! Seorang ibu tua di dekat masjid Telok Manok, Narathiwat, meriwayatkan bahwa di masa kecilnya ia menulis dengan pena lidi aren.

Pohon aren (enau) dan bagian ijuknya yang berlidi.

Çava Kalemi: Lidi Aren

Dalam buku Ninety-Nine Qur'an Manuscripts from Istanbul (2010), M Ugur Derman, seorang penulis sejarah kaligrafi kenamaan dari Turki -- sebelumnya juga seorang kaligrafer -- menyebut suatu alat tulis yang dikenal luas di kalangan kaligrafer Turki masa lalu, yaitu 'Cava kalemi' (pena Jawa). Derman menyebut bahwa pena Jawa itu dari lidi suatu pohon tropis yang tumbuh di Jawa. Pohon daerah tropis yang dimaksudkan itu adalah pohon aren (enau).
        Sebenarnya lidi tersebut bukanlah lidi daun, tetapi lidi pada bagian ijuk pohon aren. Lidinya hitam, keras, dan lurus. Sebagian pohon aren menghasilkan lidi yang besar, dengan lebar batang lidi hingga 5-6 milimeter.
        Pohon aren tidak tumbuh hanya di Pulau Jawa, tetapi di seluruh daerah tropis Asia Tenggara. Oleh karena itu, istilah yang lebih tepat sebenarnya bukan 'Pena Jawa', tetapi 'Pena Jawi'. Dalam perspektif Jazirah Hijaz masa lalu, yang dimaksud 'Jawi' bukanlah Pulau Jawa, tetapi Nusantara, yaitu kawasan Islam Asia Tenggara.

Pena Jawi (kanan): mata pena dari lidi aren dimasukkan dalam tangkai pena.

Senin, 28 Agustus 2023

Penyalin Qur'an (6): Haji Abdul Karim, Riau, 1833

Tidak banyak penyalin Qur'an abad ke-19 yang dapat dikenali pada abad ke-21 ini, terlebih di kawasan Melayu. Kebanyakan penyalin Qur'an tidak mencantumkan namanya, barangkali, karena tidak ingin menonjolkan diri. Salah satu penyalin Riau yang dapat kita kenali namanya saat ini adalah Haji Abdul Karim yang menyalin di Daik, Pulau Lingga, Kepulauan Riau, seperti terbaca jelas dalam kolofon di akhir mushaf ini. Karya tulisnya cukup halus, dari awal hingga akhir mushaf. Tampak jelas bahwa Haji Abdul Karim bin Abbās bin Abdurraḥmān bin Abdullāh al-Banjār adalah penyalin terlatih. Sayang sekali, sebagaimana penyalin lainnya pada abad ke-19, riwayat hidupnya tidak dapat ditelusuri lagi. Mushaf ini selesai ditulis pada hari Jumat, 13 Jumadil Awal 1249 H (27 September 1833). 

Sabtu, 31 Desember 2022

Mushaf dengan Catatan Riwayat Qalun

Pada Oktober 2021 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an (LPMQ) Kementerian Agama RI menerbitkan "Mushaf Al-Qur'an Riwayat Hafs dari Imam 'Asim Disertai Catatan Pinggir Riwayat Qalun dari Imam Nafi' Tariq Syatibiyah" - demikian judul lengkap mushaf ini. 


Sabtu, 04 September 2021

Berapakah Harga Sebuah Manuskrip Qur'an pada Masa Lampau?

Informasi tentang harga sebuah manuskrip Qur'an pada masa lampau cukup langka. Saya memperoleh riwayat dari Pak Lukman (60-an tahun), asal Losari, Cirebon, yang sejak menikah tinggal di Cakung, Jakarta Timur. Pak Lukman mengatakan (1-9-2021) bahwa ayahnya pernah mengatakan kepadanya bahwa kakeknya (buyutnya Pak Lukman, bernama Yahya, seorang kiai di Losari) mengatakan bahwa mushaf miliknya dibeli dengan seekor kerbau! Semasa kecilnya, Pak Lukman sempat melihat mushaf tersebut, namun sayangnya, sekarang tidak tahu lagi di mana. Jika diperkirakan bahwa satu generasi itu 30 tahun, maka Kiai Yahya hidup pada akhir abad ke-19.
Mushaf Qur'an koleksi Elang Panji Jaya, Cirebon.

Jumat, 01 Januari 2021

"Qur'an '60-an" (2): Cetakan Kementerian Agama, 1967

Pada tahun 1967 Kementerian Agama RI melalui Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur'an menerbitkan mushaf dengan pengantar Menteri Agama KH Saifuddin Zuhri. "Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur'an adalah salah satu yayasan yang dibentuk oleh Departemen (sekarang 'Kementerian') Agama dengan tugas kewajiban menterjemah dan mentafsir Al-Qur'an serta memperbanyak tersebarnya Al-Qur'an di Tanah Air kita Indonesia," demikian bunyi satu paragraf mukadimah Ghazali Thayib, ketua yayasan ini. Penerbitan mushaf ini merupakan hasil kerja sama dengan Percetakan Yamunu, Jakarta.