Qur’an Kuno-kunoan (3)
Pasar
Lokal dan Internasional
Dalam sebuah festival Al-Qur’an yang pertama kali digelar di Jakarta tahun 2011, ada seorang kolektor atau pedagang naskah turut ambil bagian dengan memajang macam-macam koleksinya, berupa naskah keagamaan dan sejumlah mushaf Qur’an. Kebanyakan Qur’an yang dipajang itu, menurut dugaan kuat saya, bukanlah Qur’an tua seperti yang dikesankan. Dilihat dari kertas, tinta, warna iluminasi, serta model penyalinannya, secara pribadi saya yakin bahwa sejumlah Qur’an itu “kuno-kunoan”. Sang kolektor itu rupanya tidak tahu, dan menduga bahwa koleksinya adalah benda kuno. Menurut dia, sekurang-kurangnya berumur 150 tahun. Tetapi, secara fisik, saya yakin bahwa mushaf-mushaf yang umumnya berukuran agak besar itu belum lama dibuat. Tidak semua yang dipamerkan "kuno-kunoan". Ada sejumlah naskah, umumnya berukuran 'wajar', yang memang benar-benar kuno.
Selain
berbahan kertas, beberapa mushaf yang dipajang berbahan daun lontar yang
dijahit sedemikian rupa sehingga membentuk seperti lembaran kertas. Dari bahan
yang digunakan, ini cukup aneh. Sejauh yang saya ketahui hingga kini, mushaf
kuno tidak pernah ditulis di atas daun lontar. Daun lontar memang digunakan
untuk menulis teks, bahkan hingga kini di Bali, namun untuk teks berhuruf
Jawa. Model jilidannya berupa helai daun yang dirangkai/diikat dengan tali, dengan
“cover” kayu selebar daun lontar itu yang ditangkupkan.
Sejumlah "Qur'an kuno-kunoan".
Rupanya, “Qur’an kuno-kunoan” ini tidak hanya beredar di tingkat nasional, tetapi juga telah merambah pasar internasional. Tidak hanya di negeri jiran, tetapi juga pasar global. Seorang kenalan, dari Eropa, beberapa bulan lalu melalui email memperlihatkan sebuah mushaf yang dijual di pasar benda antik online. Saya terkejut, karena yang ditawarkan itu, menurut saya, adalah “Qur’an Kuno-kunoan”. Qur’an tersebut tentu saja dianggap kuno, dan ditawarkan dengan harga tinggi, yaitu $60,000 (sekitar Rp550 juta). Dalam laman online-nya, mushaf ini diiklankan sebagai 'manuskrip Qur’an raksasa beriluminasi', dikatakan dari Aceh, lebih kurang tahun 1850. Ukuran 2’7” x 3’10” dengan jumlah halaman 103 lembar. Teks Qur’an ditulis dengan tinta warna emas, barangkali untuk mengesankan kemewahan. Namun alat tulis yang digunakan adalah spidol, sehingga tampak kurang rapi, dan dengan mudah dapat diduga kebaruannya.
Sebelum
itu, seorang kenalan lainnya, tinggal di Eropa juga, diberitahu oleh koleganya
bahwa museum tempatnya bekerja ditawari sebuah Qur’an ‘antik’ dari Cirebon.
Tidak berselang lama, melalui telefon, saya dihubungi pula oleh seseorang dari
Cirebon yang menawarkan sebuah Qur’an yang, kata dia, “munculnya secara
tiba-tiba, setelah tirakat sejumlah ulama Cirebon di makam Sunan Gunung Jati.”
Wah! Saya meminta foto Qur’an tersebut agar dikirimkan via email. Dan benar,
ciri-ciri Qur’an yang ditawarkan itu sama dengan “Qur’an kuno-kunoan” lainnya.
Seakan-akan mushaf kuno.
Artikel terkait:
- "Mushaf Al-Qur'an Kuno-kunoan" (1): http://quran-nusantara.blogspot.com/2012/08/mushaf-quran-kuno-kunoan-ali-akbar.html
- Qur'an Kuno-kunoan (2): "Menyoal Qur'an Bojongleles, Banten (Catatan Lama)": http://quran-nusantara.blogspot.com/2013/03/quran-kuno-kunoan-2.html
- Qur'an Kuno-kunoan (4): "Qur'an, pelepah pisang, anak Sunan Bonang, muslim Moro": http://quran-nusantara.blogspot.co.id/2013/07/quran-kuno-kunoan-4.html
- Qur'an Kuno-kunoan (5): "Anomali": http://quran-nusantara.blogspot.co.id/2014/12/quran-kuno-kunoan-5.html
- Qur'an Kuno-kunoan (6)"Heboh Qur'an Sidoarjo": http://quran-nusantara.blogspot.co.id/2015/01/quran-kuno-kunoan-sidoarjo-6.html
- Sebagai bandingan dan informasi lebih lanjut, silakan baca juga: "Memaknai Keberlangsungan Sebuah Tradisi": http://lajnah.kemenag.go.id/artikel/49-feature/127-memaknai-keberlangsungan-sebuah-tradisi-sebuah-pendekatan-antropologi-quran.html
Saudara Ali,
BalasHapusInformasi yang bagus. Terima kasih kerana berkongsi. Saya selama ini sangat tertarik dengan Quran yang di tulis di atas daun lontar. Namun setelah saudara komentar bahawa Quran lontar mungkin tidak pernah wujud sebagai kuno, maka saya tidak perlu panjangkan pencarian saya. Namun jika saudara menemui Quran lontar kuno, tolong kongsikan bersama informasinya. Terima kasih
Syukurlah jika informasi tersebut bermanfaat. Sejauh yg saya tahu, memang daun lontar tidak untuk menulis huruf Arab, apalagi utk teks panjang seperti Qur'an. Di Jawa, Islam-lah yang mengubah tradisi penulisan dari daun lontar ke bentuk buku (codex). Seperti diketahui, dunia Islam memang sejak awal mengembangkan buku. Mushaf sendiri berarti 'lembaran'.
BalasHapusterimakasih infonya pak. kami menyimpan alquran kuno tulisan tangan bahan sampul kulit dan kertasnya sayang sudah sebagian termakan rayap kertas. dan ada dibeberapa lembar tintanya seperti pernah terkena air. yg saya tanyakan bagaimana merawatnya agar tidak terus habis dimakan rayap kertas . trimakasih
BalasHapusPerlu ditempatkan di dalam kotak (jika belum ada, perlu dibuatkan). Beri cengkeh, tempatkan dalam plastik yg dilubangi, untuk menghindari ngengat. Simpan kotak di tempat yang TIDAK lembab.
BalasHapusSaya mempunyai al quran kecil huruf tinta emas uk pj 4 cm lb 3 cm tbl 1 cm kuno pemberian dari kakek buyut saya dulu waktu saya msh kcl akan saya jual kmn hrs sy jual mhn penjelasan?trm ksh
BalasHapusMaaf alamat saya di camis jabar nama endang wahyudi
BalasHapus