Pengantar
Mushaf Al-Qur’an dan naskah-naskah lainnya di Maluku
tersebar di beberapa tempat. Namun, dari yang terdaftar hingga saat ini,
terbanyak berasal dari Kabupaten Maluku Tengah. Dari beberapa kali penelusuran
naskah, sejak tahun 2008, terhimpun 15 mushaf, terdiri atas manuskrip (tulis
tangan) dan cetakan awal. Tulisan singkat di bawah ini mendeskripsikan ke-15
mushaf, diharapkan dapat merupakan gambaran awal mengenai keberadaan mushaf Al-Qur’an
di Maluku pada masa lampau. Karena iklim yang lembab, dan perawatan yang kurang
memadai, pada umumnya kondisi mushaf-mushaf kuno tersebut saat ini sangat memprihatinkan.
Deskripsi Mushaf
Mushaf 1. Mushaf ini dari Kaitetu, Leihitu, Maluku Tengah. Ukuran mushaf 27 x 20 cm, tebal 5,5 cm.
Kondisi mushaf masih cukup baik, meskipun tanpa sampul.
Halaman depan masih lengkap, namun bagian akhir mushaf ada yang telah hilang. Kaligrafi
mushaf ditulis konsisten, dari awal hingga akhir mushaf, oleh satu orang
penulis yang cukup terlatih. Kertas Eropa, agak tebal, dengan cap tandingan
berhuruf “C & I HONIG”. Menurut
penuturan pemiliknya, yang ia terima secara turun-temurun, konon penyalin
mushaf ini bernama Nur Cahaya, seorang penyalin perempuan, yang diselesaikannya
pada 1590. Namun, menurut Dr Russell Jones, ahli kertas Eropa dari London, jenis
kertas yang digunakan mushaf ini berasal dari pertengahan abad ke-19, sehingga
menurutnya, mushaf ini tidak mungkin berasal dari akhir abad ke-16 (informasi
email 18-12-2009). Mushaf ini, bersama beberapa naskah keagamaan lainnya,
pernah dipamerkan pada Festival Istiqlal 1991 di Jakarta.
Mushaf 2. Mushaf ini dari Kaitetu, Leihitu, Maluku Tengah. Ukuran mushaf 30 x 21 cm, tebal 7 cm. Kondisi
mushaf tidak lengkap, rusak, banyak halaman lepas, dan tanpa jilidan. Kertas Eropa, namun cap kertas kurang
jelas. Halaman tengah beriluminasi motif floral dengan tinta kecoklatan, tanpa warna. Iluminasi
awal dan akhir mushaf tidak ditemukan lagi, karena halaman awal dan akhir
mushaf telah hilang.
Mushaf 2.
Mushaf 3. Mushaf ini dari Kaitetu, Leihitu, Maluku Tengah. Kondisi mushaf sangat rusak, tidak lengkap,
dan kebanyakan halaman telah terlepas.
Kertas Eropa, tanpa cap kertas.
Mushaf 4. Mushaf ini milik Masjid Tua
Wapaue, Kaitetu, Leihitu, Maluku Tengah. Ukuran mushaf 33 x 19,5 cm, tebal 5,5
cm. Kertas Eropa, namun cap kertas tidak dapat ditera secara jelas, sementara
cap tandingan berhuruf “LVG”. Kondisi mushaf rusak, dan jilidan lepas-lepas.
Halaman mushaf tidak tertib, dan tidak lengkap lagi.
Mushaf 5. Mushaf ini dari Hila, Maluku Tengah. Ukuran
23 x 19 cm., tebal 4 cm. Kondisi mushaf tidak lengkap,
telah
rusak, dan tidak bersampul. Kertas dluwang.
Mushaf 6. Mushaf ini dari Hila, Maluku Tengah. Ukuran
agak kecil, 20 x 17 cm. Kondisi mushaf telah rusak, dan sebagian besar kertas
termakan tinta. Mushaf tidak lengkap, tidak bersampul, dan kuras
terlepas-lepas. Kertas Eropa, cap kertas Concordia.
Lain daripada yang lain, mushaf ini ditulis per juz. Setiap juz dipisahkan, dan
permulaan juz dimulai dengan halaman baru dengan hiasan garis-garis segitiga.
Semua kata “Allah” secara khusus digores dengan tinta merah.
Mushaf 7. Mushaf ini milik sebuah keluarga di kota Ambon, namun asal
mushaf ini dari Hitu, Maluku Tengah. Ukuran 27,5 x 19 cm., tebal 5 cm. Di
antara mushaf-mushaf Maluku yang terdaftar dalam tulisan ini, mushaf inilah
yang paling baik kondisinya, dan terawat. Kertas Eropa, dengan sampul kulit
yang masih utuh. Mushaf ini tidak beriluminasi. Halaman awal dan akhir mushaf
yang biasanya beriluminasi dibiarkan kosong, seakan-akan mushaf ini belum
selesai dikerjakan. Kaligrafi cukup sederhana, namun ditulis secara konsisten
oleh satu orang. Kepala surah dan tanda juz ditulis dengan tinta merah. Pemiliknya
sangat protektif, selalu membungkus mushaf dengan kain putih, dan selalu
membawanya ke mana pun ia pergi ke luar Ambon. Di halaman depan mushaf terdapat
kolofon berbunyi: “Haqq al-faqir al-Hajj
Idris Pelu negeri Hitu Lama, pusaka dari moyang Imam Pardin imam Hitu Lama
lapis yang ketujuh.” Kolofon ini ditulis dalam huruf Jawi dengan tinta
balpoin, sehingga dapat diperkirakan penulisan catatan ini dari masa
belakangan.
Mushaf 8. Mushaf ini dari Morella, Leihitu, Maluku Tengah. Ukuran 29,5 x
20,5 cm., tebal 6 cm. Kertas dluwang,
tanpa sampul. Beberapa halaman bagian depan mushaf hilang, namun bagian akhir
mushaf masih lengkap. Mushaf ini, beserta tiga mushaf lain dan sejumlah naskah
lainnya, kini (2010) disimpan di sebuah rumah adat di Morella, di dalam sebuah
koper besi tua.
Mushaf 9. Mushaf ini dari Morella, Leihitu, Maluku Tengah. Ukuran 23,5 x
17,5 cm., tebal 3,5 cm. Kertas Eropa, tanpa cap kertas. Kondisi mushaf rusak,
tanpa sampul, serta bagian depan dan akhir mushaf telah hilang. Mushaf ini
disimpan di sebuah rumah adat di Morella.
Mushaf 10. Mushaf ini dari Morella, Leihitu, Maluku Tengah. Ukuran 24,5 x
17 cm., tebal 7 cm. Kertas dluwang,
tanpa sampul. Bagian depan dan akhir mushaf rusak, lecek, dan sebagian hilang. Mushaf ini disimpan di sebuah rumah
adat di Morella, di dalam koper besi tua.
Mushaf 11. Mushaf ini dari Morella, Leihitu, Maluku Tengah. Ukuran 27 x 17
cm., tebal 5 cm. Kertas dluwang,
tanpa sampul. Mushaf ini tanpa sampul, namun terbilang paling lengkap, karena
hanya lembaran yang berisi Surah al-Fatihah saja yang hilang. Iluminasi hanya
terdapat di awal mushaf, berupa kotak persegi empat dan segitiga di tepi luar
halaman. Kaligrafi mushaf cukup bagus, rapi. Kepala surah ditulis dengan tinta
merah, di dalam kotak yang sengaja dibuat agak lebar. Mushaf ini disimpan di
sebuah rumah adat di Morella.
Mushaf 11.
Mushaf 12. Sebuah mushaf di
Desa Wakasihu, Leihitu Barat, Maluku Tengah. Tidak ada deskripsi terperinci
mengenai mushaf ini, karena gambar ini diperoleh dari sebuah akun facebook. Mushaf yang sama, dengan
halaman yang berbeda, pernah tampil pula pada akun facebook atas nama Faisal Mowaviq El Chapra. Dari dua foto yang
diunggahnya, sebenarnya memperlihatkan dua buah mushaf, namun keduanya dalam
kondisi yang sangat rusak dan tidak lengkap lagi.
Mushaf 13. Mushaf koleksi
Perpustakaan Universitas Leiden (Cod.Or.1945) asal Manipa, Maluku. Menurut
catatan dalam bahasa Belanda yang terdapat pada mushaf ini, mushaf bertarikh
1694 ini ditulis di Pulau Manipa oleh Batu Langkai, imam Tomilehu, yang telah
ditashih oleh empat imam lainnya. Beberapa halaman mushaf ini memuat terjemahan
antarbaris dalam bahasa Melayu, dan sejumlah catatan tambahan lainnya dalam
bahasa Melayu, Arab, dan Belanda. Kondisi mushaf dalam keadaan baik dan lengkap.
Setiap halaman terdiri atas 16 baris. Iluminasi awal mushaf memperlihatkan
‘citarasa’ Eropa yang kuat, bergaya Rococo (Gambar a). Corak ini berbeda dengan iluminasi di akhir mushaf yang lebih
bergaya Nusantara, meskipun mungkin dibuat oleh seniman yang sama (Gambar b). Iluminasi mushaf ini memperlihatkan
pengaruh kehadiran orang Eropa di kawasan Maluku sejak berabad lampau. (Straver
et al., 2004: 26-27).
Mushaf 14. Mushaf ini milik
Masjid Tua Wapaue, Kaitetu, Leihitu, Maluku Tengah, dan disimpan di dalam
masjid. Masyarakat setempat menyebut mushaf ini Mushaf Wahabillah. Ukuran mushaf 33
x 20,5 cm, tebal 6 cm. Kertas Eropa, dengan cap kertas berupa singa membawa
pedang, dan cap tandingan berhuruf “SS & Z”. Kondisi mushaf rusak, tidak
lengkap, dan jilidan terlepas-lepas. Berdasarkan bandingan dengan mushaf-mushaf
lainnya, dapat dipastikan bahwa mushaf ini adalah cetakan Singapura, akhir abad
ke-19.
Mushaf 15. Mushaf cetakan
India, milik sebuah keluarga di Seith, Maluku Tengah. Mushaf ini dalam ukuran
agak kecil. Berbeda dengan umumnya mushaf cetakan India akhir abad ke-19 yang
tidak merupakan “Qur’an Pojok”, mushaf ini, seperti umumnya cetakan Turki,
setiap halaman diakhiri dengan penghabisan ayat. Sejauh ini, mushaf cetakan
seperti ini jarang ditemukan di Nusantara. Tampaknya, ‘rekabentuk’ mushaf ini
merupakan perpaduan antara tradisi mushaf India dan Turki. Sebagaimana
kebiasaan mushaf Turki, setiap halaman mushaf ini terdiri atas 15 baris
tulisan, dan hiasan pada setiap awal juz tampaknya ada pengaruh motif hiasan
Turki. Namun yang paling membedakan antara kedua tradisi itu adalah gaya
kaligrafinya. India dan Turki memiliki karakter huruf yang sangat berbeda, dan
mushaf ini menggunakan gaya Naskhi
Indo-Persia yang khas. Pada halaman akhir mushaf terdapat kolofon yang
menyatakan bahwa mushaf ini selesai ditulis oleh Mirza Muhammad Ali pada tahun
1288 H (1870-1871) – namun tidak ada tarikh percetakannya.
Mushaf 15.
[Pernah dimuat dalam katalog pameran mushaf Al-Qur'an pada MTQ Nasional ke-24 di Ambon, 8-15 Juni 2012]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar