Sabtu, 18 Januari 2020

Loteng

Menyimpan mushaf lama


Ketika menelusuri naskah di lapangan, saya—mungkin juga Anda—sering mendengar orang tua setempat yang mengatakan bahwa mushaf yang sudah tidak terpakai lagi disimpan di loteng masjid. Sebenarnya saya sulit membayangkan keadaannya seperti apa, hingga suatu saat saya melihatnya sendiri. Seorang marbot Masjid Jami' Nuur Rahmaan di Kelurahan Dondo Barat, Kecamatan Ratolindo, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah, mengajak saya menaiki anak tangga untuk melihat loteng, di bawah kubah masjid. Memang agak repot menaikinya, karena tangganya cukup ekstrem.
Onggokan mushaf yang telah hancur.

Johor

Tiga mushaf cetak koleksi Yayasan Warisan Johor

Mushaf Al-Qur’an cetak koleksi Yayasan Warisan Johor merupakan ‘warisan’ dari Masjid Sultan Abu Bakar, masjid kesultanan Johor, yang berlokasi tidak jauh dari Yayasan. “Ketika Qur’an-Qur’an lama yang sudah tidak dipakai lagi akan dibakar, kami selamatkan beberapa yang masih bagus, dan kita simpan di Yayasan ini,” demikian kata Mazlan bin Keling, Penolong Pegawai Tadbir Yayasan (14/1/2020). Untunglah mushaf-mushaf ini bisa diselamatkan, sehingga bisa mengisi mata rantai sejarah penggunaan mushaf di Johor—atau Malaysia secara lebih luas. Mushaf-mushaf lainnya telah musnah menjadi abu.
 Masjid Sultan Abu Bakar, Johor Bahru.

Minggu, 08 Desember 2019

Iluminasi

Bagaimana Qur'an diproduksi pada masa lampau? (3)
Iluminasi 

Pada masa lampau, dalam penyalinan mushaf Al-Qur'an, tampaknya melibatkan dua profesi berbeda, yaitu juru tulis dan juru hias naskah. Berdasarkan warisan mushaf yang ada, kita dapat memperkirakannya. Mushaf koleksi Museum Negeri Aceh di bawah ini merupakan contoh yang baik. Iluminasi pada halaman awal mushaf ini telah selesai dikerjakan oleh juru hias naskah (iluminator), namun belum sempat ditulisi ayat oleh sang juru tulis. Sebaliknya, pada gambar terakhir di bawah, ayat Al-Qur'an telah selesai ditulis, namun meninggalkan bagian kosong di sekitar teks untuk iluminasi yang akan dikerjakan oleh sang juru hias.
Halaman iluminasi awal mushaf yang masih kosong. 
(Koleksi Museum Negeri Aceh, No. 4028).

Sabtu, 07 Desember 2019

Cap Kertas dan Cap Tandingan dalam Kertas Eropa

Berapakah ukuran kertas Eropa utuh? Tidak gampang menjawabnya, karena di lapangan, biasanya yang kita dapati adalah kertas Eropa yang sudah digunakan dalam bentuk codex atau manuskrip jadi. Oleh karena itu, kertasnya sudah dilipat dua (atau empat, tergantung ukuran naskahnya), dan sudah dipotong bagian tepinya. Kita tidak tahu kertas Eropa utuhnya berukuran berapa cm. Kita pun mungkin tidak tahu posisi watermark (cap kertas) dan countermark (cap tandingan) itu sesungguhnya seperti apa dalam lembaran utuh kertas Eropa. Nah, di bawah ini adalah contoh menarik, dari sebuah lembaran yang belum sempat dijilid dan dipotong!
Lembaran utuh kertas Eropa asal Italia. (Naskah Kesultanan Kotaringin, Kalimantan Tengah).

Singapura

Mushaf di Masjid Sultan Singapura

Jika Anda memegang kamera dan menemui sesuatu yang Anda anggap penting, sebaiknya langsung dijepret! Bisa jadi, itu satu-satunya kesempatan, dan tidak ada kesempatan kedua! Hehe... Dan saya merasa beruntung, pada awal bulan Maret 2019 lalu ketika berkunjung ke Masjid Sultan Singapura sempat memotret beberapa mushaf lama yang ada di masjid terkenal ini. Nah, awal November 2019, ketika saya berkunjung lagi ke masjid ini, mushaf-mushaf tersebut sudah tidak ada lagi, entah di mana. Namanya mushaf tua, kapan saja bisa dipindahkan, bahkan, kapan saja bisa dimusnahkan... 
Dalam bahasa Jawa ada istilah "Qur'an amoh (rusak)". Kata-kata ini juga kadang digunakan untuk menyebut sesuatu yang tidak ada manfaatnya lagi, tapi membuangnya adalah mustahil. Tidak bisa digunakan lagi, karena sudah rusak, tapi menjaganya juga 'sia-sia', akan membuang waktu dan tenaga ... 
Oleh karena itu, jadi masuk akal, Qur'an amoh itu biasanya dibakar! Ini cara yang paling lazim untuk memusnahkan benda mulia yang sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi. Kita sering mendengar santri atau pengurus masjid bercerita pengalamannya membakar Qur'an yang sudah usang. Jadi, Qur'an tua yang masih bisa kita saksikan sekarang adalah sesuatu yang istimewaitulah Qur'an yang 'selamat'!
Baik, inilah beberapa mushaf tua yang pernah menghiasi rak dan digunakan di Masjid Sultan Singapura. Siapa tahu bisa digunakan untuk penelitian lebih lanjut.
Masjid Sultan dan kawasan Kampung Gelam dilihat dari Village Bugis Hotel.

Senin, 15 Oktober 2018

Sumatera Utara

Manuskrip Al-Qur’an di Sumatera Utara: Menelusuri Asal Usul

Pengantar untuk Katalog Mushaf Al-Qur'an Kuno di Sumatera Utara
Penyusun: Ichwan Azhari dan Candiki Repantu
Medan: LPTQ Sumatera Utara, 2018

Alhamdulillah, akhirnya ditemukan juga sejumlah manuskrip Al-Qur’an di Sumatera Utara! Selama beberapa tahun penelusuran manuskrip Al-Qur’an di Indonesia, sejak tahun 2003 hingga belakangan ini, 2018, di Sumatera Utara tidak—atau tepatnya belum—ditemukan manuskrip Al-Qur’an. Para peneliti dari Puslitbang Lektur Keagamaan yang pertama kali melakukan penelusuran naskah-naskah Al-Qur’an di Sumatera Utara hanya menemukan sebuah mushaf tua cetakan India di Masjid Al-Mashun, Medan. Beberapa tahun kemudian, ketika penelusuran naskah Al-Qur’an dilanjutkan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, para peneliti juga tidak memperoleh informasi keberadaan mushaf, hingga kini. 
Katalog Mushaf di Sumatera Utara.

Sabtu, 22 September 2018

Para Penulis 'Mushaf Standar Indonesia'

Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia terdiri atas tiga jenis, yaitu Mushahaf Standar Usmani, Mushaf Standar Bahriyah, dan Mushaf Braille. Tulisan ini akan menjelaskan tentang para penulis mushaf standar, khususnya Mushaf Standar Usmani dan Mushaf Standar Bahriyah.
Mushaf Standar Usmani pertama kali ditulis oleh Muhammad Syadzali Sa'ad pada tahun 1973-1975 (1394-1396 H). Namun, sebagai "Mushaf al-Qur'an Standar Indonesia" dengan 'rasm usmani' baru diresmikan pada tahun 1984 sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) nomor 25 tahun 1984 tentang Penetapan Mushaf Al-Qur'an Standar Mushaf Al-Qur'an yang ditulis oleh Muhammad Syadzali ini, dalam contoh di bawah, diterbitkan oleh Maktabah Sa'adiyah Putra, Jakarta, 1985.  Di samping menulis "Mushaf Al-Qur'an Standar Indonesia" edisi pertama, kaligrafer Muhammad Syadzali juga menulis mushaf 30 juz lainnya, yaitu "Mushaf Indonesia" (ada yang menyebut “Mushaf Pertamina”) atas pesanan Ibnu Sutowo yang selesai ditulis tahun 1979. Muhammad Syazali lahir di Tangerang, 1913 dan wafat 1979. Semasa hidupnya Syazali tinggal di Jl. Kenari, Jakarta Pusat, hingga akhir hayat.

 
Cover Mushaf Standar Usmani karya Muhammad Syazali, 1985.