Tanda Tashih dari Masa ke Masa
Tidak banyak manuskrip Qur'an Nusantara yang mempunyai tanda tashih. Memang, banyak manuskrip Qur'an yang tampaknya ditashih, atau dikoreksi, entah oleh penyalinnya sendiri atau orang lain yang membaca kemudian. Itu tampak dari hasil koreksi yang biasanya diletakkan di bagian pinggir halaman. Pada waktu itu belum ada lembaga khusus pentashihan mushaf, dan kebanyakan manuskrip tidak mencantumkan proses pentashihannya. Di antara langkanya petunjuk proses tashih (atau 'pernyataan tashih') pada manuskrip Qur'an di masa lalu, ada sebuah mushaf dari Sulawesi Barat yang ditashih di Mekah (Gambar 1).
Gambar 1. |
Dari segi pemakaian bahasa, tanda tashih itu menggunakan bahasa Arab, juga beberapa tanda tashih lainnya (Gambar 3, 4, 6, dan 7). Selain bahasa Arab, digunakan pula bahasa Jawa (Gambar 5), dan pada masa belakangan menggunakan bahasa Indonesia (Gambar 8, 9). Sedangkan dalam hal huruf, semuanya menggunakan huruf Arab, hingga sekarang. Konon, dulu ada seruan ulama Qur'an yang mengatakan bahwa dalam sebuah mushaf, untuk tidak mengurangi penghormatan terhadap Qur'an, tidak boleh menggunakan jenis huruf selain Arab. Meskipun demikian, demi kepentingan praktis belakangan ini, agar pesan penerbit lebih cepat sampai kepada pembaca, sebagian mushaf menggunakan huruf latin (Rumi) untuk teks tambahan tertentu (lihat misalnya "Mushaf Karaton Yogyakarta" http://quran-nusantara.blogspot.com/2012/09/mushaf-karaton-ngayogyakarta-hadiningrat.html). Masuk akal, sebab dewasa ini pembaca huruf Jawi semakin sedikit.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6a.
Gambar 6b.
Gambar 7a.
Gambar 7b.
Gambar 8.
Gambar 9.
Artikel terkait:
"Tashih Qur'an di Indonesia": http://quran-nusantara.blogspot.com/2012/08/normal-0-false-false-false-in-x-none-ar_26.htm
"Tashih mushaf di Malaysia": http://quran-nusantara.blogspot.com/2012/11/tashih-mushaf-di-malaysia.html#more
Tidak ada komentar:
Posting Komentar