Selasa, 30 Juli 2013

Enam Qur’an Awal Islam

Masih adakah Mushaf Khalifah Usman saat ini?

Telah lama menjadi perdebatan, apakah mushaf-mushaf yang ditulis pada masa Khalifah Usman bin Affan masih ada saat ini? Di antara yang menjadi pokok diskusi adalah beberapa mushaf kuno yang saat ini berada di Mesir, Istanbul, dan Uzbekistan di bawah ini. Itu, karena semua mushaf tersebut dinisbatkan pada Khalifah Usman, dan ramai dipublikasikan sebagai Mushaf Usman. 
Berdasarkan kajian kodikologis, yaitu tinjauan atas tulisan (paleografi), hiasan, serta perkembangan tanda baca, diperoleh kesimpulan bahwa keenam mushaf tersebut bukanlah berasal dari zaman Usman, tetapi merupakan salinan beberapa puluh tahun setelah itu, yaitu akhir abad pertama atau awal abad kedua hijri. 
Mushaf koleksi al-Husein, Kairo.

Sabtu, 27 Juli 2013

Paradise on earth

Kaligrafi untuk pameran "Paradise on Earth"
(Sebagai ingatan)

Pertengahan Juni lalu saya diminta oleh sahabat dekat, kurator seni Asia di Art Gallery of South Australia di Adelaide, untuk membuat kaligrafi yang akan ditempel di pameran yang dia kurasi. Pameran kecil itu berlangsung dari 29 Juni hingga September 2013, berjudul "Paradise on Earth: Flowers in the Arts of Islam" (http://www.artgallery.sa.gov.au/agsa/home/Exhibitions/NowShowing/Paradise_on_earth).
Teks saya tulis dalam gaya Nasta'liq (Farisi), merupakan petikan dari ayat Qur'an, balasan bagi orang-orang yang bertakwa: "Surga 'Adn yang mereka masuki, mengalir di bawahnya sungai-sungai; di dalamnya mereka memperoleh segala yang diinginkan." (Surah an-Nahl/16:31). Suatu ayat yang menenteramkan...
Pada tahun 2005 sebelumnya, saya juga pernah menulis kaligrafi untuk logo pameran dan tiga potong teks hadis dan ayat untuk pameran "Crescent Moon: Islamic Art and Civilisation in Southeast Asia" (http://www.artgallery.sa.gov.au/agsa/home/Exhibitions/Past_Exhibitions/2005/crescentmoon.htmlhttp://nga.gov.au/crescentmoon/). Pameran yang dia kurasi ini cukup besar, karena sempat digelar di dua kota, Adelaide dan Canberra. 
Suatu kaligrafi yang sederhana saja.



Logo pada pintu masuk pameran "Bulan Sabit: Seni dan Peradaban Islam Asia Tenggara" 
(Crescent Moon: Islamic Art and Civilisation in Southeast Asia), Adelaide, 2005.
(Semua foto atas kebaikan Saul dan James).

Kamis, 25 Juli 2013

Prosedur Pentashihan

Prosedur Pentashihan Mushaf Al-Qur'an di Indonesia

Tashih adalah proses pengecekan teks Qur'an sebelum dicetak secara massal oleh para penerbit mushaf. Pekerjaan ini sangat rumit, perlu ketelitian dan kejelian yang sangat tinggi, karena kita tahu, jumlah huruf teks Qur'an sangat banyak, tanda baca dan tanda tajwid yang beragam, dan khususnya dalam rasm usmani di sana-sini banyak perbedaannya dengan bahasa Arab biasa. Untuk sebuah naskah Qur'an yang hendak diterbitkan, pentashihan dilakukan berulang kali, bisa mencapai lima kali baca ulang, atau lebih, bergantung pada tingkat kesalahan naskah yang diterima dari penerbit. Pentashihan, tak pelak, adalah profesi yang menuntut kesetiaan yang luar biasa.
Di bawah ini adalah prosedur pentashihan mushaf Al-Qur'an yang berlaku di Indonesia, dikeluarkan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an Kementerian Agama RI. Brosur ini memuat visi dan misi Lajnah, tugas bidang pentashihan, produk yang ditashih, prosedur pentashihan, persyaratan administrasi penerbitan Al-Qur'an, serta petunjuk teknis pelaksanaan pencetakan mushaf Al-Qur'an. Penting bagi para penerbit, lembaga, atau pihak lain yang akan menerbitkan mushaf Al-Qur'an di Indonesia.
"Departemen Agama", sekarang "Kementerian Agama".

Qur'an Kuno-kunoan (4)

Qur'an, pelepah pisang, anak Sunan Bonang, muslim Moro 

Berita foto di bawah ini dimuat di koran Media Indonesia 16 Juli 2013 dan koran Republika 17 Juli 2013, dan setahun lalu, pada bulan Ramadan juga, dimuat di koran Media Indonesia 12 Agustus 2012. Ini tentang sebuah Qur'an yang terdapat di sebuah pesantren di Bogor. Seperti ditulis di keterangan foto, Qur'an raksasa ini konon dibuat dari pelepah daun pisang, ditulis oleh anak Sunan Bonang, dan merupakan pemberian muslim Moro, Filipina Selatan. Wah!
Sebenarnya, masing-masing informasi 'luar biasa' itu perlu diklarifikasi. Pelepah daun pisang sebagai bahan untuk pembuatan kertas agaknya kurang lazim; penulisnya anak Sunan Bonang perlu dibuktikan; demikian pula muslim Moro yang memberikan Qur'an ini, apakah ada catatan historisnya? 
Pemuatan berita Qur'an ini sepertinya memang agak heboh, bahkan kemarin (24-7-2013) saya dengar juga disiarkan di sebuah program televisi nasional. Saya sendiri belum melihat Qur'an itu, dan memang ingin sekali ke sana nanti untuk melihat langsung. Tapi, sebagai bahan bandingan, boleh juga baca tiga artikel di blog ini tentang Qur'an 'kuno-kunoan':
(1) "Qur'an Kuno-kunoan": http://quran-nusantara.blogspot.com/2012/08/mushaf-quran-kuno-kunoan-ali-akbar.html
(2) "Menyoal Qur'an Bojongleles, Banten": http://quran-nusantara.blogspot.com/2013/03/quran-kuno-kunoan-2.html
(3) "Pasar Lokal dan Internasional": http://quran-nusantara.blogspot.com/2013/04/quran-kuno-kunoan-3.html

Media Indonesia, 16 Juli 2013.

Republika, 17 Juli 2013.


Media Indonesia, 12 Agustus 2012.

Menghormati Qur'an

Penghargaan kaum Muslim terhadap Qur'an

Dari pengalaman di berbagai tempat ketika 'memburu' Qur'an, saya memperoleh banyak pelajaran, dan semakin berhati-hati memperlakukan Qur'an. Karena sering menemui keterbatasan fasilitas di lapangan, kadang-kadang saya lupa dan khilaf dalam memperlakukan Qur'an. Misalnya, di sebuah museum di Malaysia utara, ketika tidak menemui meja yang tepat untuk menaruh Qur'an untuk difoto, saya menggunakan kursi sebagai tempat untuk meletakkan Qur'an. Pegawai museum yang melihat segera mencegah tindakan tak pantas saya, "Ini 'kan biasa untuk duduk?" Saya harus segera paham maksudnya.
Sebuah banner pameran yang memuat Qur'an dari Pulau Penyengat, Kepulauan Riau.

Koleksi Brunei Darussalam

Brunei Darussalam
Koleksi Balai Pameran Islam Sultan Haji Hassanal Bolkiah

Koleksi Qur'an di Brunei Darussalam barangkali lebih banyak di perorangan, karena sering terdengar kabar bahwa ada (sejumlah) pedagang naskah di Indonesia yang menjual naskahnya kepada (katanya) warga Brunei. Namun berita itu sulit ditelusuri, karena penjualan naskah-naskah itu tidak tercatat, sementara pemiliknya pun tidak pernah mengumumkan koleksinya.
Pada Oktober 2008 saya pernah mengunjungi Perpustakaan Universiti Brunei Darussalam untuk melihat koleksi manuskrip Qur'annya, namun rupanya urusan tidak mudah, sehingga saya gagal memperoleh informasi yang pasti.
Sementara itu, yang membuat saya lega, di Balai Pameran Islam Sultan Haji Hassanal Bolkiah yang gedungnya menyatu dengan Jabatan Mufti (kantor urusan fatwa), di Bandar Seri Begawan, terdapat sejumlah koleksi naskah, termasuk di antaranya Qur'an. Balai ini mengoleksi banyak benda peninggalan Islam, tidak hanya dari Nusantara, namun juga dari sejumlah negeri Islam. Koleksinya beragam, dari pedang, tasbih, tongkat, hingga astrolab. 
Koleksi naskahnya, yang saya hitung secara cepat waktu itu, ada 231 naskah dari berbagai disiplin ilmu dan dari berbagai negeri Islam. Dari jumlah keseluruhan tersebut, 44 di antaranya dari Nusantara, dan 15 di antaranya adalah Qur'an. Kenusantaraannya saya identifikasi dari ciri-ciri kodikologis lazimnya naskah Nusantara. Sayangnya, Qur'an-Qur'an koleksi Balai ini tidak (atau belum?) disertai caption, sehingga pengunjung akan sulit membedakan mana Qur'an dari India, misalnya, atau negeri Islam lainnya, dengan Qur'an dari Nusantara. Kesulitan itu ditambah lagi dengan "haram"-nya memotret semua koleksi Balai, sehingga kajian tidak bisa dilanjutkan di 'rumah' dalam suasana yang lebih nyaman...
Tapi, bisa jadi, keadaan hampir lima tahun lalu itu sekarang sudah berbeda. Semoga.

 
Kunjungan tahun 2008.