Informasi tentang harga sebuah manuskrip Qur'an pada masa lampau cukup langka. Saya memperoleh riwayat dari Pak Lukman (60-an tahun), asal Losari, Cirebon, yang sejak menikah tinggal di Cakung, Jakarta Timur. Pak Lukman mengatakan (1-9-2021) bahwa ayahnya pernah mengatakan kepadanya bahwa kakeknya (buyutnya Pak Lukman, bernama Yahya, seorang kiai di Losari) mengatakan bahwa mushaf miliknya dibeli dengan seekor kerbau! Semasa kecilnya, Pak Lukman sempat melihat mushaf tersebut, namun sayangnya, sekarang tidak tahu lagi di mana. Jika diperkirakan bahwa satu generasi itu 30 tahun, maka Kiai Yahya hidup pada akhir abad ke-19.
Nah, saya searching di internet, harga seekor kerbau saat ini (2021) sekitar Rp20 - 25 juta. Maka bisa dibayangkan, betapa mahalnya harga sebuah manuskrip Qur'an pada masa lampau! Memang, mushaf bukan manuskrip yang tipis. Mushaf biasanya terdiri atas 600 halaman lebih. Maka bisa dibayangkan mahalnya biaya produksi untuk naskah setebal itu! Biaya produksi, paling kurang, terdiri atas bahan (baik dari dluwang atau kertas eropa), plus biaya penyalinan 600-an halaman yang dikerjakan selama beberapa bulan, atau bahkan tahunan! (Tentang berapa lama sebuah mushaf disalin, lihat http://quran-nusantara.blogspot.com/2014/08/penyalinan-quran.html; http://quran-nusantara.blogspot.com/2014/08/mencetak-quran.html).
Mengenai harga sebuah mushaf lainnya pada masa lampau, catatan H von de Wall sangat jelas, menyatakan bahwa mushaf cetakan litograf Palembang tahun 1854 dijual oleh Muhammad Azhari, pencetaknya, seharga 25 gulden per buah (lihat http://quran-nusantara.blogspot.com/2012/04/quran-cetakan-palembang-1854-kolofon.html). Padanan nilai gulden pada masa itu dengan rupiah saat ini belum begitu pasti, namun bisa diperkirakan bahwa harga tersebut sangat mahal.
Mengenai harga sebuah mushaf lainnya pada masa lampau, catatan H von de Wall sangat jelas, menyatakan bahwa mushaf cetakan litograf Palembang tahun 1854 dijual oleh Muhammad Azhari, pencetaknya, seharga 25 gulden per buah (lihat http://quran-nusantara.blogspot.com/2012/04/quran-cetakan-palembang-1854-kolofon.html). Padanan nilai gulden pada masa itu dengan rupiah saat ini belum begitu pasti, namun bisa diperkirakan bahwa harga tersebut sangat mahal.
Abdul Hakim, seorang kawan peneliti mushaf, juga meriwayatkan (5-9-2021), berdasarkan informasi orang setempat, bahwa di Cikijing, Majalengka, harga manuskrip Qur'an dahulu seharga kerbau. Sedangkan di Madura, seharga sapi.
Kita bisa bayangkan, dengan mushaf seharga kerbau atau sapi, tentu mushaf merupakan barang yang cukup langka. Tidak semua muslim bisa memiliki mushaf. Meminjam untuk membaca Qur'an pun bukan perkara mudah, karena menyangkut harga barang semahal itu. Bisa dibayangkan, betapa 'sulit'-nya orang zaman dahulu untuk membaca Qur'an. Meskipun demikian, berdasarkan beberapa catatan dalam mushaf, ada banyak muhsinin yang mewakafkan mushaf untuk masjid. Beberapa mushaf di Masjid Agung Surakarta (sekarang menjadi koleksi khusus) adalah wakaf dari Paku Buwono X dan muslim lainnya. Juga di beberapa mushaf asal Aceh, Sulawesi Selatan, dan daerah lainnya terdapat catatan wakaf. Kita bisa membayangkan betapa besar nilai wakaf tersebut.
Jika kita bandingkan dengan harga pasar manuskrip Qur'an saat ini, sebenarnya harga seekor kerbau di atas dapat dikatakan wajar. Harga sebuah manuskrip Qur'an saat ini, di pasaran barang antik, kurang lebih seharga itu juga, sekitar Rp20-25 juta untuk mushaf kualitas biasa.
Artikel terkait
"18 Qur'an Kuno dari Cirebon": http://quran-nusantara.blogspot.com/2012/07/18-al-quran-kuno-dari-cirebon-ali-akbar.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar