Sejak berabad
lampau, ketika mushaf Al-Qur’an masih disalin satu per satu secara manual, para
penyalin mushaf Nusantara telah berkarya dengan baik. Banyak mushaf telah
ditemukan, tersebar dari Aceh hingga Ternate, atau bahkan mungkin Raja Ampat di Papua.
Namun para penyalin mushaf tersebut kebanyakan tidak mencantumkan namanya
di dalam mushaf hasil karyanya – barangkali agar tidak mengurangi rasa
takzimnya kepada Al-Qur’an, atau alasan lainnya. Dari kolofon yang ada, tidak terlalu banyak
nama penyalin yang dapat dicatat hingga berakhirnya tradisi
manuskrip pada akhir abad ke-19.
Sejak pertengahan abad ke-19, mengawali teknologi cetak mushaf di Asia Tenggara, pada 1848 Muhammad Azhari menulis dan mencetak mushaf untuk pertama kali di kawasan ini (lihat http://quran-nusantara.blogspot.com/2012/04/mushaf-cetakan-palembang-1848-mushaf.html). Berdasarkan bukti yang ada, ia juga menyalin mushaf lainnya, dan selesai dicetak pada 1854 (lihat http://quran-nusantara.blogspot.com/2012/04/quran-cetakan-palembang-1854-kolofon.html). Pada periode cetak awal ini, beberapa penulis Nusantara juga berkarya di percetakan mushaf di Singapura. Di antara penyalinnya adalah Muhammad Hanafi bin Sulaiman as-Sumbawi (lihat http://quran-nusantara.blogspot.com/2012/04/bali-koleksi-masjid-agung-jami.html), dan (mungkin orang yang sama, atau bersaudara) Haji Muhammad bin al-Marhum Sulaiman Sumbawi (lihat http://quran-nusantara.blogspot.com/2012/09/mushaf-cetakan-singapura.html).
Tulisan Haji Muhammad bin al-Marhum Sulaiman Sumbawi. |
Berbeda dengan masa sebelumnya, pada
awal hingga menjelang pertengahan abad ke-20, ketika teknologi cetak terus berkembang pesat untuk penggandaan mushaf, nama penulis (atau penyalin) mushaf
di Indonesia sepertinya justru tidak muncul. Dilihat dari mushaf yang beredar pada
periode ini, kebanyakan adalah mushaf reproduksi cetakan Bombay, India. Meskipun
demikian, masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan hal ini. Barangkali
saja ada beberapa individu yang menyalin mushaf hingga tamat, namun karena
tidak sampai dicetak dan beredar luas, nama mereka hilang dari catatan sejarah.
Pada
1947 Prof Salim Fachry (dahulu dosen Fakultas Adab IAIN Jakarta, wafat 1987) asal Langkat, Sumatra Utara, menulis Mushaf
Pusaka atas perintah Presiden Soekarno. Karya monumentalnya ini sekarang
menjadi koleksi Bayt Al-Qur’an & Museum Istiqlal, TMII, Jakarta. Seangkatan dengan Prof Salim Fachry adalah Muhammad Darami Yunus (asal Padang, putra Prof Mahmud Yunus), dan
Muhammad Abdurrazaq Muhili. Nama yang pertama perlu ditelusuri lebih lanjut,
apakah sempat menyalin mushaf hingga tamat, namun nama yang terakhir, yaitu
Ustad Muhammad Abdurrazaq Muhili, adalah penulis Mushaf Standar Indonesia (Ayat
Sudut), selesai pada 1988/1408 H (lihat http://quran-nusantara.blogspot.com/2012/11/mushaf-standar-indonesia-bahriyah-1991.html).
Dari
generasi yang sama muncul pula nama Muhammad Syadzali Sa’ad yang selesai
menyalin mushaf Al-Qur’an pada tahun 1973-1975 (lihat http://quran-nusantara.blogspot.com/2012/10/mushaf-al-quran-standar-indonesia.html)
dan disahkan tahun 1984 sebagai Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia (Usmani). Muhammad Syadzali juga menulis "Mushaf Indonesia" atas pesanan Ibnu Sutowo, selesai pada tahun 1979 (lihat http://quran-nusantara.blogspot.com/2013/02/mushaf-indonesia.html).
Mushaf Standar Indonesia edisi pertama, 1984, karya M. Syadzali Sa'ad.
Pada
dasawarsa berikutnya muncul karya mushaf yang ditulis oleh Rahmatullah ad-Dimawi (asal Demak) yang diterbitkan oleh Penerbit Asy-Syifa’, Semarang, tahun 2000, berupa mushaf ayat sudut, namun menggunakan rasm usmani (lihat http://quran-nusantara.blogspot.com/2012/11/mushaf-karya-rahmatullah.html). Model mushaf “rasm usmani ayat sudut” seperti itu juga ditulis oleh Safaruddin, asal
Panunggalan (barangkali Panunggalan, Pulokulon, Grobogan, Jawa Tengah?), diterbitkan oleh Penerbit CV Wicaksana, Semarang, tahun 2001 (lihat http://quran-nusantara.blogspot.com/2012/11/mushaf-karya-safaruddin.html).
Penulis
mushaf lainnya adalah H Didin Sirojudin M.Ag., asal Kuningan, Jawa Barat, dosen
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta. Pengasuh pesantren khusus kaligrafi di
Sukabumi ini tiga kali menulis mushaf Al-Qur’an hingga tamat 30 juz, yaitu (1)
sebuah mushaf atas pesanan pribadi H Sawabi Ihsan MA; (2) teks ayat Terjemahan
Al-Qur’an “Bacaan Mulia” HB Jassin; (3) Al-Qur’an Berwajah Puisi HB Jassin yang
diterbitkan oleh Intermasa, Jakarta. Selain itu, bersama seorang penulis dari
Yogyakarta, ia juga pernah menulis mushaf atas pesanan Kementerian Agama.
Sebelum ditulis oleh Didin Sirojudin, teks ayat Terjemahan Al-Qur’an “Bacaan
Mulia” juga pernah ditulis oleh Haji R. Ganda Mangundihardja (Bacaan Mulia, Jakarta: Yayasan 23 Januari 1942, Cet. ke-2, 1982). []
- “Penyalin Qur’an (1): Muhammad Syadzali Sa'ad”: https://quran-nusantara.blogspot.com/2012/10/mushaf-al-quran-standar-indonesia.html
- “Penyalin Qur'an (2): Safaruddin”: https://quran-nusantara.blogspot.com/2012/11/mushaf-karya-safaruddin.html
- “Penyalin Qur'an (3): Rahmatullah”: https://quran-nusantara.blogspot.com/2012/11/mushaf-karya-rahmatullah.html
- “Penyalin Qur’an (4): Prof Salim Fachry, penulis Mushaf Pusaka RI”: https://quran-nusantara.blogspot.com/2015/05/mushaf-pusaka.html
- “Penyalin Qur'an (5): Al-Ḥāfiẓ ʻUṡmān (1642-1698)”: https://quran-nusantara.blogspot.com/2016/08/hafiz-usman.html
- “Penyalin Qur’an (6): Para Penulis 'Mushaf Standar Indonesia'”: https://quran-nusantara.blogspot.com/2018/09/penulis-mushaf-standar.html
- “Penyalin Qur'an (7): Haji Abdul Karim”: https://quran-nusantara.blogspot.com/2023/08/haji-abdul-karim.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar