Senin, 11 Mei 2020

Ditulis oleh Ar-Raniri?

Jangan langsung percaya! (12)

        Sekali lagi, jika Anda pergi ke museum—suatu tempat yang seharusnya tidak ada informasi yang salah—jangan langsung percaya kepada semua informasi yang disajikan! Kita perlu kritis. Bahkan, lebih dari itu, juga jangan langsung percaya kepada semua tulisan yang terdapat di manuskrip! Untuk memperoleh informasi yang autentik, kita perlu menimbang-nimbang gaya tulisan, alat tulis, tinta, kertas, jilidan, atau aspek kodikologis lainnya.
Gambar 1. Tulisan di sebuah manuskrip Qur'an.

        Tulisan pada contoh di atasterbaca: 'Syaikh Nuruddin ... ar-Raniri'terdapat dalam sebuah manuskrip Qur'an. Dari segi gaya, tulisan tersebut berbeda dengan ciri utama tulisan mushaf keseluruhannya (Gambar 2, 3). Dari segi alat tulis, berdasarkan goresan yang dihasilkan, kita bisa memperkirakan bahwa tulisan tersebut ditulis menggunakan spidol (marker), utamanya tampak jelas pada kata 'ar-Raniri'. Kata terakhir itu juga ditulis dengan alat tulis tidak tebal-tipis, meneruskan tulisan sebelumnya yang habis tintanya. Kiranya perlu diketahui, bahwa pada masa lalu, manuskrip Nusantara berhuruf Arab hampir selalu ditulis dengan pena tebal-tipis. 
        Kemudian, tinta yang digunakantampak dari torehannya di atas kertasjuga jelas bahwa itu tinta spidol, yang pasti tidak mungkin digunakan pada masa lalu. Nah, soal kertas, boleh jadi memang kertas Eropa lama. Namun bila dilihat lebih teliti, lembaran kertas tersebut tampaknya ditempelkan begitu saja di dalam manuskrip Qur'an itu. Artinya, ada 'intervensi' baru di bagian tertentu atas manuskrip lama tersebut.

Gambar 2. Tulisan ayat.

Gambar 3. Manuskrip Qur'an.

Artikel terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar